keEp sPirIt!!

kEep sPiriT!!!

Hanya orang takut yang bisa berani, karena keberanian adalah melakukan sesuatu yang ditakutinya. Maka, bila merasa takut, berarti kita akan punya kesempatan untuk bersikap berani

D0 n0T Give uP, ReacH y0uR DreamS!!!



Senin, 29 April 2013

skeLet0n

1.    Stem cell teknologi baru dalam penanganan disfungsi jaringan atau organ yang baru tumbuh.
Ada 2 jenis stem cell, yaitu stem cell embrionik dan non embrionik
Sel punca/stem sel embrionik (embryonic stem cells) adalah sel yang diambil dari inner cell mass (suatu kumpulan sel yang terletak di satu sisi blastokista) embrio berumur 5 hari dan terdiri dari 100 sel. Sel ini mempunyai sifat dapat berkembang biak secara terus menerus dalam media kultur optimal dan dalam keadaan tertentu dapat diarahkan untuk berdifferensiasi menjadi berbagai sel yang terdifferensiasi seperti sel jantung, sel kulit, neuron, hepatosit dan sebagainya, sehingga dapat dipakai untuk transplantasi jaringan yang rusak. Stem sel embrionik lebih diprioritaskan penggunaanya karena memiliki daya plastisitas yang tinggi, namun ada reaksi penolakan dari sistem imun tubuh.Teknik mendapatkan stem cell embrionik dapat dilakukan dengan cara; membuat embrio dari sperma dan oosit dalam proses fertilisasi in vitro (FIV) dan terapi kloning. 
Stem cell non embrionik didapatkan dari jaringan dewasa Kelebihan stem cell dewasa yang tidak memiliki resiko resistensi terhadap sistem imun tubuh sebab dari sel-sel yang sama dengan sel yang akan digantikan, namun hanya mampu menghasilkan satu tipe sel (totipoten). Stem cell dewasa dari darah tali pusar bayi yang baru lahir berpotensi hampir sama dengan stem cell embrionik (Fischbach & Fischbach, 2004). Sel stem dewasa juga dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit degeneratif, tetapi kemampuan plastisitasnya sudah berkurang. Keuntungan lain dari penggunaan sel stem dewasa yaitu tidak atau kurang menimbulkan masalah dan kontroversi etika karena diambil dari sel tubuh (somatik).
Kesimpulan; stem cell embrionik berasal dari embrio, mampu berdiferensiasi menjadi beberapa macam jaringan, mempunyai plastisitas yang tinggi namun penggunaannya masih kontroversi. Sedangkan stem cell non embronik sebaliknya (berasal dari jaringan dewasa, plastisitas rendah, tidak menimbulkan kontroversi dalam penggunaannya) 
(sumber: staff.ui.ac.id/.../AspekDasarSelPuncaStemCellsdanPotensiPengemban DAN httpwww.sith.itb.ac.id_pdf)
2.      Peran dan fungsi integumen hewan dalam hal:
a.       Mekanisme homoestasis
Pada suhu panas, kulit akan segera merespon dengan mengeluarkan keringat untuk menyeimbangkan suhu tubuh
b.      Perlindungan
Integumen pada hewan merupakan lapisan protektif yang menjaga lalulintas air dan zat-zat yang terlarut di dalamnya secara bebas. Pada beberapa hewan (ikan...) juga berfungsi sebagai alat pertahanan, mencari makan dan menyerang musuh karena kelenjar racun yang dihasilkan dari derivat kulit yang merupakan modifikasi kelenjar lendir, contohnya Pada ikan lepu.
c.       Kontrol suhu
Kulit berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) melalui dua cara: pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah di pembuluh kapiler. Pada saat suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak serta memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga panas akan terbawa keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada saat suhu rendah, tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit keringat dan mempersempit pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh.
d.      Reseptor
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis, badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.
e.       Sintesis biokimia
Sel-sel kulit mensintesis melanin dan karotin yang memberi warna kulit dan juga mensintesis vitamin D.
f.       Proses penyerapan
Kulit bisa menyerap material yang larut-lipid seperti vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu, oksigen dan karbon dioksida. Permeabilitas kulit terhadap oksigen, karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Selain itu beberapa material toksik dapat diserap seperti aseton, CCl4, dan merkuri. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. (sumber: http://dc136.4shared.com/doc/8_ZA5fCC/preview.html)
3.      Perbedaan Sistem ekskresi ikan air laut dan ikan air  tawar serta sistem ekskresi ikan yang bermigrasi.
Perbedaan Sistem Ekskresi Ikan Air Laut dan Ikan Air Tawar
Mekanisme eksresi ikan air tawar berbeda dengan ikan air laut. Ikan air tawar mengeksreksi ammonia dan aktif menyerap ion anorganik melalui insang serta mengeluarkan urine dalam jumlah besar. Sebaliknya, pada ikan air laut mengeksresksikan sampah nitrogen berupa trimetilamin oksida, mengekresikan ion-ion lewat insang dan banyak minum air namun mengeluarkan urine dalam jumlah sedikit.
Sistem ekskresi ikan yang bermigrasi
pada dasarnya ikan yang bermigrasi akan menyesuaikan diri dengan lingkungannya, ketika berada di dalam air laut, ikan harus menjaga konsentrasi garam dalam tubuhnya lebih rendah dari lingkungannya dan ketika berada di air tawar ikan menjaga kadar garam di atas konsentarsi lingkungan. Menurut Take and Hirose (2001) dalam Untung Susilo (http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/10207111119.pdf) dalam responnya terhadap perubahan salinitas, pengaturan air dan ion adalah hal terpenting yang akan dilakukan oleh ikan yang bermigrasi, paling sedikit terdapat 2 fase yaitu pengaturan segera: ikan mulai atau menghentikan minum dan meningkatkan/menurunkan aktivitas-aktivitas transporter ion dan air yang telah ada pada efitel osmoregulasi yang berhadapan dengan perubahan salinitas lingkungan. Jadi, jika kita merujuk pada pendapat di atas, menurut saya sistem ekskresi pada ikan yang bermigrasi sama seperti sistem ekskresi ikan-ikan pada umumnya (jika berada di air tawar sistem ekskresinya seperti ikan pada lingkungan tersebut, dan sebaliknya jika berada di air laut sistem ekskresinya seperti lingkungannya) karena pada dasarnya itu semua terletak pada osmoregulasi ikan yang bermigrasi. Pada ikan yang bermigrasi jika berada di air tawar maka ikan tersebut akan mengeluarkan urine dalam jumlah yang banyak serta sedikit minum, sebaliknya jika ikan tersebut berada di air laut maka akan mengeluarkan urine dalam jumlah yang sedikit dan pekat serta akan banyak minum (untuk menjaga agar tubuhnya tidak larut).
4.      Endoskleton dan eksoskleton mempunyai fungsi yang sama sebagai sistem kerangka dalam tubuh hewan, tetapi secara embrional keduanya tumbuh dari sumber yang berbeda.
Endoskleton, secara embrional merupakan diferensiasi/perkbangan dari lapisan mesoderm (http://dictionary.reference.com/browse/endoskeleton). Eksoskleton berasal/dibentuk dari lapisan epidermis di sebelah dalam dan kutikula disebelah luar dan beberapa berasal dari kitin, dan jika kita merunut dari asal epidermis secara embrional maka endoskleton tersebut merupakan perkembangan dari lapisan ektoderm.
5.      Sistem pencernaan ruminansia dikatakan sebagai hewan yang efisien pada pemanfaatan pakan.
Hewan-hewan yang termasuk ruminansia dikatakan demikian  karena pencernaannya menjadi sangat efisien dalam menyerap nutrisi yang terkandung dalam makanan, yang dikarenakan memiliki banyak ruangan lambung (polygastrik) atau secara umum dikatakan memilki banyak perut sehingga proses pencernaannyapun menjadi lama, karena harus melewati ruang-ruang lambung (rumen, retikulum, omasum dan abomasum) yang dimiliki. Ruminansia mencerna makanan dalam dua langkah yaitu menelan bahan mentah dan Mengeluarkan kembali makanan yang sudah setengah dicerna dan mengunyahnyalagi (sumber: http://aspal-putih.blogspot.com).

Senin, 25 Maret 2013

EXTRACELLULER ENVIRONMENT



Peranan/Pengaruh  Lingkungan Terhadap Kehidupan Mikroorganisme/Sel
Semua makhluk hidup sangat bergantung pada lingkungan sekitar, demikian juga jasat renik. Makhluk – makhluk ini tidak dapat sepenuhnya menguasai factor – faktor lingkungan, sehingga untuk hidupnya sangat bergantung kepada lingkungan sekitar. Satu – satunya jalan untuk menyelamatkan diri dari faktor lingkungan adalah dengan cara menyesuaikan diri (adaptasi) kepada pengaruh faktor dari luar. Penyesuaian mikroorganisme terhadap faktor lingkungan dapat terjadi secara cepat dan ada yang bersifat sementara, tetapi ada juga perubahan itu bersifat permanen sehingga mempengaruhi bentuk morfologi serta sifat-sifat fisiologi secara turun Temurun.
          Aktivitas mikroba dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungannya. Perubahan lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi mikroba. Beberapa kelompok mikroba sangat resisten terhadap perubahan faktor lingkungan. Mikroba tersebut dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengan kondisi baru tersebut. Faktor lingkungan meliputi faktor-faktor abiotik (fisika dan kimia), dan faktor biotik
Peranan Lingkungan Dalam Pertahanan Mikroorganisme/Sel
1.      Suhu
Masing-masing mikrobia memerlukan suhu tertentu untuk hidupnya. Suhu pertumbuhan suatu mikrobia dapat dibedakan dalam suhu minimum, optimum dan maksimum. Berdasarkan atas perbedaan suhu pertumbuhannya dapat di bedakan mikrobia yang psikhrofil, mesofil, dan termofil. Untuk tujuan tertentu suatu mikrobia perlu di tentukan titik kematian termal (thermal death point) dan waktu kematian termal (thermal death time) nya.
Daya tahan terhadap suhu itu tidak sama bagi tiap-tiap spesies. Ada spesies yang mati setelah mengalami pemanasan beberapa menit di dalam cairan medium pada suhu 60°C, sebaliknya, bakteri yang membentuk spora seperti genus Bacillus dan Clostridium itu tetap hidup setelah dipanasi dengan uap 100°C atau lebih selama kira-kira setengah jam. Untuk sterilisali, maka syaratnya untuk membunuh setiap spesies bakteri ialah pemanasan selama 15 menit dengan tekanan 15 pound serta suhu 121°C di dalam autoklaf.
Mengenai pengaruh basah dan kering ini dapat diterangkan sebagai berikut. Di dalam keadaan basah, maka protein dari bakteri lebih cepat menggumpal dari pada di dalam keadaan kering, pada temperartur yang sama. Berdasarkan ini, maka sterilisasi barang-barang gelas di dalam oven kering itu memerlukan suhu yang lebih tinggi daripada 121° C dan waktu yang lebih lama dari pada 15 menit. Sedikit perubahan pH menju ke asam atau ke basa itu sangat berpengaruh kepada pemanasan. Berhubung dengan ini, maka buah-buahan yang masam itu lebih mudah disterilisasikan dari pada sayur-sayur atau daging.
Untuk menentukan suhu maut bagi bakteri orang mengambil pedoman sebagai berikut: Suhu maut (Thermal Death Point) ialah suhu yang serendah-rendahnya yang dapat membunuh bakteri yang berada di dalam standard medium selama 10 menit. Ketentuan ini mencakup kelima syarat-syarat tersebut di atas. Perlu diperhatikan kiranya, bahwa tidak semua individu dari suatu spesies itu mati bersama-sama pada suatu suhu tertentu. Biasanya, individu yang satu lebih tahan dari pada individu yang lain terhadap suatu pemanasan, sehingga tepat juga, bila kita katakana adanya angka kematian pada suatu suhu (Thermal Death Rate). Sebaliknya jika suatu standard suhu sudah ditentukan seperti pada perusahaan pengawetan makanan atau dalam perusahaan susu, maka lamanya pemanasan merupakan faktor yang berbeda-beda bagi tiap-tiap   dapatlah kita adakan penentuan waktu maut (Thermal Death Rate). Biasanya standard suhu itu di atas titik didih dan pemanasan setinggi ini perlu bagi pemusnahan bakteri yang berspora. Umumnya bakteri lebih tahan suhu rendah dari pada suhu tinggi. Hanya beberapa spesies neiseria mati karena pendinginan sampai 0° C dalam kedaan basah. Bakteri patogen yang bisa hidup di dalam tubuh hewan atau manusia dapat bertahan sampai beberapa bulan pada suhu titik beku.
Pembekuan itu sebenarnya tidak berpengaruh kepada spora, karena spora sangat sedikit mengandung air. Pembekuan bakteri di dalam air lebih cepat membunuh bakteri daripada kalau pembekuan itu di dalam buih-buih tidak membeku sekeras air beku. Bahwa pembekuan air itu menyebabkan kerusakan mekanik pada bakteri mudahlah dimaklumi, tentang efek yang lain misalnya secara kimia, kita belum tahu. Pembekuan secara perlahan-lahan dalam suhu -16°C (es campur garam) lebih efektif dari pada pembekuan secara mendadak dalam udara beku (-190° C). Juga pembekuan secara terputus-putus ternyata lebih efektif dari pada pembekuan secara terus menerus. Sebagai contoh, piaraan basil tipus mati setelah dibekukan putus-putus dalam waktu 2 jam, sedang piaraan itu dapat bertahan beberapa minggu dalam keadaan beku terus-menerus.
Mengenai pengaruh suhu terhadap kegiatan fisiologi, maka seperti halnya dengan mahluk-mahluk lain, mikrooganisme pun dapat bertahan di dalam suatu batas-batas suhu tertentu. Batas-batas itu ialah suhu minimum dan suhu maksimum, sedang suhu yang paling baik bagi kegiatan hidup itu disebut suhu optimum. Berdasarkan itu adalah tiga golongan bakteri, yaitu: Bakteri termofil (politermik), yaitu bakteri yang tumbuh dengan baik sekali pada suhu setinggi 55° sampai 65°C, meskipun bakteri ini juga dapat berbiak pada suhu lebih rendah atau lebih tinggi dari pada itu, yaitu dengan batas-batas 40°C sampai 80°C. Golongan ini terutama terdapat di dalam sumber air panas dan tempat-tempat lain yang bersuhu lebih tinggi dari 55°C.
2.      pH
Mikrobia dapat tumbuh baik pada daerah pH tertentu, misalnya untuk bakteri pada pH 6,5 – 7,5; khamir pada pH 4,0 – 4,5 sedangkan jamur dan aktinomisetes pada daerah pH yang luas. Setiap mikrobia mempunyai pH minimum, optimum dan maksimum untuk pertumbuhanya. Berdasarkan atas perbedaan daerah pH untuk pertumbuhanya dapat dibedakan mikrobia yang asidofil, mesofil ( neutrofil ) dan alkalofil. Untuk menahan perubahan dalam medium sering ditambahkan larutan bufer. pH optimum pertumbuhan bagi kebanyakan bakteri antara 6,5 dan 7,5. Namun beberapa spesies dapat tumbuh dalam keaadaan sangat masam atau sangat alkalin, bila bakteri di kuitivasi di dalam suatu medium yang mula-mula disesuaikan pHnya misal 7 maka mungkin pH ini akan berubah sebagai akibat adanya senyawa-senyawa asam atau basa yang dihasilkan selama pertumbuhannya. Pergesaran pH ini dapat sedemikian besar sehingga mengahambat pertumbuhan seterusnya organisme itu. Pergeseran pH dapat dapat dicegah dengan menggunakan larutan penyangga dalam medium, larutan penyangga adalah senyawa atau pasangan senyawa yang dapat menahan perubahan pH.
3.      Kelembaban
Mikroorganisme mempunyai nilai kelembaban optimum. Pada umumnya untuk pertumbuhan ragi dan bakteri diperlukan kelembaban yang tinggi diatas 85°C, sedangkan untuk jamur dan aktinomises diperlukan kelembaban yang rendah dibawah 80°C. Kadar air bebas didalam lautan (aw) merupakan nilai perbandingan antara tekanan uap air larutan dengan tekanan uap air murni, atau 1/100 dari kelembaban relatif. Nilai aw untuk bakteri pada umumnya terletak diantara 0,90 – 0,999 sedangkan untuk bakteri halofilik mendekati 0,75. Banyak mikroorganisme yang tahan hidup didalam keadaan kering untuk waktu yang lama seperti dalam bentuk spora, konidia, arthrospora, klamidospora dan kista. Seperti halnya dalam pembekuan, proses pengeringan protoplasma, menyebabkan kegiatan metaobolisme terhenti. Pengeringan secara perlahan-lahan menyebabkan perusakan sel akibat pengaruh tekanan osmosa dan pengaruh lainnya dengan naiknya kadar zat terlarut.
4.      Tegangan osmosis
Pada umumnya mikrobia terhambat pertumbuhannya di dalam larutan yang hipertonis. Karena sel-sel mikrobia dapat mengalami plasmolisa. Di dalam larutan yang hipotonis sel mengalami plasmoptisa yang dapat di ikuti pecahnya sel. Beberapa mikrobia dapat menyesuaikan diri terhadap tekanan osmose yang tinggi; tergantung pada larutanya dapat dibedakan jasad osmofil dan halofil atau halodurik. Medium yang paling cocok bagi kehidupan bakteri ialah medium yang isotonik terhadap isi sel bakteri. Jika bakteri di tempatkan di dalam suatu larutan yang hipertonik terhadap isi sel, maka bakteri akan mengalami plasmolisis. Larutan garam atau larutan gula yang agak pekat mudah benar menyebabkan terjadinya plasmolisis ini. Sebaliknya, bakteri yang ditempatkan di dalam air suling akan kemasukan air sehingga dapat menyebabkan pecahnya bakteri, dengan kata lain, bakteri dapat mengalami plasmoptisis. Berdasarkan inilah maka pembuatan suspense bakteri dengan menggunakan air murni itu tidak kena, yang digunakan seharusnyalah medium cair. Jika perubahan nilai osmosis larutan medium tidak terjadi secara langsung, akan tetapi perlahan-lahan sebagai akibat dari penguapan air, maka bakteri dapat menyesuaikan diri, sehingga tidak terjadi plasmolisis secara mendadak.
5.      Senyawa toksik
Ion-ion logam berat seperti Hg, Ag, Cu, Au, Zn, Li, dan Pb. Walaupun pada kadar sangat rendah akan bersifat toksis terhadap mikroorganisme karena ion-ion logam berat dapat bereaksi dengan gugusan senyawa sel. Daya bunuh logam berat pada kadar rendah disebut daya ologodinamik. Anion seperti sulfat tartratklorida, nitrat dan benzoat mempengaruhi kegiatan fisiologi mikroorganisme. Karena adanya perbedaan sifat fisiologi yang besar pada masing-masing mikroorganisme maka sifat meracun dari anion tadi juga berbeda-beda. Sifat meracun alakali juga berbeda-beda, tergantung pada jenis logamnya. Ada beberapa senyawa asam organik seperti asam benzoat, asetat dan sorbet dapat digunakan sebagai zat pengawet didalam industry bahan makanan. Sifat meracun ini bukan disebabkan karena nilai pH, tetapi merupakan akibat langsung dari molekul asam organik tersebut terhadap gugusan didalam sel.
6.      Tegangan muka
Tegangan muka mempengaruhi cairan sehingga permukaan cairan itu menyerupai membran yang elastik. Demikian juga permukaan cairan yang menyelubungi sel mikrobia. Tekanan dari membran cairan ini di teruskan ke dalam protoplasma sel melalui dinding sel dan membran sitoplasma, Sehingga dapat mempengaruhi kehidupan mikrobia. Kebanyakan bakteri lebih menyukai tegangan muka yang relatif tinggi. Tetapi adapula yang hidup pada tegangan muka yang relatif rendah. Misalnya bakteri-bakteri yang hidup dalam saluran pencernaan. Sabun mengurangi ketegangan permukaan, dan oleh karena itu dapat menyebabkan hancurnya bakteri. Diplococcus pneumoniae sangat peka terhadap sabun. Empedu juga mempunyai khasiat seperti sabun; hanya bakteri yang hidup di dalam usus mempunyai daya tahan terhadap empedu. Bolehlah dikatakan pada umumnya, bahwa bakteri yang Gram negatif lebih tahan terhadap pengurangan (depresi) tegangan permukaan daripada bakteri yang Gram positif.
Sel Prokariot (Bakteri) Menjadi Objek  Pembahasan Extracellular Environment
Struktur dasar bakteri:
1. Dinding sel
Tersusun dari peptidoglikan yaitu gabungan protein dan polisakarida (ketebalan peptidoglikan membagi bakteri menjadi bakteri gram positif bila peptidoglikannya tebal dan bakteri gram negatif bila peptidoglikannya tipis).

2. Membran plasma 
Membran yang menyelubungi sitoplasma tersusun atas lapisan fosfolipid dan protein. Di bagian dalam membran plasma terdapat lekukan-lekukan yang disebut mesosom.
3.Mesosom
Daerah  bagian dalam membran plasma yang mengalami lipatan. Fungsinya diduga sebagai organel respirasi sel. berarti mesosom menggantikan peranan organel mitikondria pada sel eukariotik. Namun keberadaan mesosom itu sendiri masih diperdebatkan sampai sekarang. 

4. Sitoplasma 
Adalah cairan sel  di dalam sitoplasma terdapat organel-organel dari sel seperti ribosom, mitokondria, retikulum endoplasma, dan lain sebagainya.

5. Ribosom
Adalah organel yang tersebar dalam sitoplasma berbentuk bulat-bulat kecil, tersusun atas protein dan RNA. Fungsinya untuk sintesa protein

6.Granula penyimpanan
untuk menyimpan cadangan makanan yang dibutuhkan.


Struktur tambahan bakteri :

1. Kapsul atau lapisan lendir 
adalah lapisan di luar dinding sel pada jenis bakteri tertentu, bila lapisannya tebal disebut kapsul dan bila lapisannya tipis disebut lapisan lendir. Kapsul dan lapisan lendir tersusun atas polisakarida dan air. 

2. Flagelum atau bulu cambuk 
adalah struktur berbentuk batang atau spiral yang menonjol dari dinding sel. Bentuknya mirip cambuk

3. Pilus dan fimbria 
adalah struktur berbentuk seperti rambut halus yang menonjol dari dinding sel, pilus mirip dengan flagelum tetapi lebih pendek, kaku dan berdiameter lebih kecil dan tersusun dari protein dan hanya terdapat pada bakteri gram negatif. Fimbria adalah struktur sejenis pilus tetapi lebih pendek daripada pilus. 

4. Klorosom 
adalah struktur yang berada tepat dibawah membran plasma dan mengandung pigmen klorofil dan pigmen lainnya untuk proses fotosintesis. Klorosom hanya terdapat pada bakteri yang melakukan fotosintesis. 

5. Vakuola gas 
terdapat pada bakteri yang hidup di air dan berfotosintesis. 

6. Endospora 
adalah bentuk istirahat (laten) dari beberapa jenis bakteri gram positif yang terbentuk jika kondisi lingkungan tidak menguntungkan bagi kehidupan bakteri. Endospora mengandung sedikit sitoplasma, materi genetik, dan ribosom. Dinding endospora yang tebal tersusun atas protein dan menyebabkan endospora tahan terhadap kekeringan, radiasi cahaya, suhu tinggi dan zat kimia. Jika kondisi lingkungan menguntungkan endospora akan tumbuh menjadi sel bakteri baru.


ENDOSPORA
Struktur Endospora
·         Exosporium adalah struktur terluar dari spora, terdiri dari protein, lipid dan karbohidrat.
·         Lapisan spora terletak di bawah exosporium terbentuk dari lapisan tipis protein, Struktur ini berfungsi sebagai penghalang permeabilitas awal
·         Membran luar berada di bawah mantel spora dan fungsinya belum diketahui.
·         Korteks terletak di bawah membran luar dan struktur peptidoglikan yang berbeda dari peptidoglikan vegetatif karena kurangnya asam teichoic.
·         Dinding sel germinal terletak di bawah korteks dan juga terdiri dari peptidoglikan
·         Membran dalam mengandung reseptor germinant permukaan yang mengikat Kecambah dan memulai perkecambahan dan pertumbuhan vegetatif.
·         Inti berisi DNA bakteri, RNA, ribosom, dan enzim. Di dalam inti DNA bakteri terikat asam-larut protein spora (small acid-soluble spore proteins /SASPs) yang sederhana yang secara fisik melindungi DNA dari bahan kimia berbahaya dan enzim. Kondisi di dalam inti spora ini berkontribusi sebagian besar untuk ketahanan terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan.

PEMBENTUKAN  ENDOSPORA PADA  BAKTERI

Pada kondisi yang tidak menguntungkan beberapa bakteri seperti Bacillus dan Clostridium memproduksi bentuk pertahanan hidup yang disebut endospora. Proses inidikenal sebagai sporulasi. Tidak seperti spora pada Fungi, spora bakteri tidak memiliki fungsi reproduksi. Endospora ini tahan terhadap kondisi lingkungan ekstrim seperti suhu yang tinggi, kekeringan, senyawa kimia beracun (desinfektan, antibiotik) dan radiasi UV. Sekali endospora terbentuk, bagian vegetatif bakteri terhenti dan fase ‘tidur´ dimulai. Endospora ini mampu bertahan sampai kondisi lingkungan kembali menguntungkan. Endospora ini lalu akan mengalami proses germinasi, dan membentuk bakteri sel tunggal. Spora ini dapat dibunuh dengan berbagai metoda sterilisasi seperti autoklaf dan oven uap panas. Desinfektan kimia seperti formaldehid dan etilen oksida juga dapat membunuh spora. Endospora ini hanya tampak pada bakteri gram positif. Terdapat beberapa perbedaan antara sel vegetatif dan endospora. Pada sel vegetatif, aktivitas enzimatik dan metabolisme (pengambilan O2) berlangsung pada tingkat yang tinggi, sedangkan pada endospora berlangsung pada tingkat sangat minim atau hampir tidak ada. Sintesis makromolekul juga terdapat di sel vegetatif, sedangkan pada endospora tidak ada. Pada sel vegetatif terdapat mRNA, sedangkan pada endospora sangat rendah atau hampir tidak ada.

Mekanisme terjadinya sporulasi adalah sebagai berikut.
Pertama-tama, DNA mereplikasi dan sel terbagi secara asimetris. Septum membran sitoplasma lalu terbentuk pada salah satu sel. Lapisan kedua dari membran sitoplasma lalu terbentuk di sekitar molekul DNA (yang akan menjadi bagian dari endospora) untuk membentuk forespore. Kedua membran ini lalu mensintesis peptidoglikan pada ruang di antara mereka untuk membentuk  korteks. Kalsium dipocolinat juga dilibatkan dalam pembentukan endospora. Lapisan luar endospora terdiri atas protein yang menyerupai keratin yang lalu akan mengelilingi korteks. Bagian inti tersusun atas small-acid soluble proteins (SASP). SASP ini akan terikat ke DNA dan melindungi molekul, serta menyediakan karbon dan sumber  energy untuk proses germinasi. Akhirnya yang tersisa dari bakteri terlisiskan dan endospora terlepas. Tidak ada aktivitas metabolik yang terjadi sampai spora siap untuk melakukan germinasi. Proses sporulasi ini biasanya berlangsung selama sekitar 15 jam.
Spora dapat diklasifikasikan berdasarkan letak spora pada sel vegetatif terbentuk, antara lain :
1. Spora terminal, terbentuknya spora terjadi di pinggir
2. Spora subterminal, terbentuknya spora terjadi mendekati ujung
3. Spora sentral, terbentuknya spora terjadi di tengah-tengah

Perlawanan endospora terhadap panas

Tahan panas basah adalah karakteristik penting dari spora ketika dihentikan dalam media air.
Penentu utama ketahanan panas basah adalah kadar air inti. Spora menunjukkan hubungan berbanding terbalik antara kadar air dan ketahanannya terhadap panas, selain itu, spora yang terbentuk pada suhu yang lebih tinggi secara alami akan memiliki isi inti air yang lebih rendah, dan dengan demikian, memiliki ketahanan panas yang lebih besar. Panas kering menyebabkan kerusakan DNA yang signifikan dalam sel vegetatif. Akibatnya, SASPs memainkan peran utama dalam ketahanan panas kering spora. Dengan mengikat dan melindungi DNA, SASPs mencegah kerusakan pada temperatur tinggi.

Ketahanan terhadap bahan kimia

Banyak bahan kimia berbahaya membunuh bakteri melalui DNA. Namun, spora telah berevolusi beberapa mekanisme yang memberikan ketahanan kimia. Mantel spora penting dalam ketahanan terhadap bahan kimia oksidasi
, seperti klor dioksida, hipoklorit, ozon dan peroxynitrite. Berfungsi dengan mereaksikan dengan bahan kimia dan racun mereka sebelum mereka melewati mantel spora. Selain itu, Permeabilitas membran dalam yang sangat rendah mencegah kedua molekul hidrofobik dan hidrofilik masuk ke dalam inti. SASPs juga melindungi DNA dengan cara mengikat dan memberikan perisai dari bahan kimia berbahaya yang masuk ke inti.

Ketahanan terhadap radiasi UV
Radiasi UV merusak DNA sel dan menginduksi mutasi. Kejenuhan DNA endospora dengan SASP
(small-acid soluble proteins) melindungi DNA dari ancaman berbahaya.