Peranan/Pengaruh
Lingkungan Terhadap Kehidupan Mikroorganisme/Sel
Semua
makhluk hidup sangat bergantung pada lingkungan sekitar, demikian juga jasat
renik. Makhluk – makhluk ini tidak dapat sepenuhnya menguasai factor – faktor
lingkungan, sehingga untuk hidupnya sangat bergantung kepada lingkungan
sekitar. Satu – satunya jalan untuk menyelamatkan diri dari faktor lingkungan
adalah dengan cara menyesuaikan diri (adaptasi) kepada pengaruh faktor dari
luar. Penyesuaian mikroorganisme terhadap faktor lingkungan dapat terjadi
secara cepat dan ada yang bersifat sementara, tetapi ada juga perubahan itu
bersifat permanen sehingga mempengaruhi bentuk morfologi serta sifat-sifat
fisiologi secara turun Temurun.
Aktivitas
mikroba dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungannya. Perubahan lingkungan
dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi mikroba. Beberapa
kelompok mikroba sangat resisten terhadap perubahan faktor lingkungan. Mikroba
tersebut dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengan kondisi baru tersebut.
Faktor lingkungan meliputi faktor-faktor abiotik (fisika dan kimia), dan faktor
biotik
Peranan Lingkungan Dalam Pertahanan
Mikroorganisme/Sel
1.
Suhu
Masing-masing mikrobia memerlukan suhu tertentu untuk
hidupnya. Suhu pertumbuhan suatu mikrobia dapat dibedakan dalam suhu minimum,
optimum dan maksimum. Berdasarkan atas perbedaan suhu pertumbuhannya dapat di
bedakan mikrobia yang psikhrofil, mesofil, dan termofil. Untuk tujuan tertentu
suatu mikrobia perlu di tentukan titik kematian termal (thermal death point) dan waktu kematian termal (thermal death time) nya.
Daya tahan terhadap suhu itu tidak
sama bagi tiap-tiap spesies. Ada spesies yang mati setelah mengalami pemanasan
beberapa menit di dalam cairan medium pada suhu 60°C, sebaliknya, bakteri yang
membentuk spora seperti genus Bacillus dan Clostridium itu tetap
hidup setelah dipanasi dengan uap 100°C atau lebih selama kira-kira setengah
jam. Untuk sterilisali, maka syaratnya untuk membunuh setiap spesies bakteri
ialah pemanasan selama 15 menit dengan tekanan 15 pound serta suhu 121°C di
dalam autoklaf.
Mengenai pengaruh basah dan kering
ini dapat diterangkan sebagai berikut. Di dalam keadaan basah, maka protein
dari bakteri lebih cepat menggumpal dari pada di dalam keadaan kering, pada
temperartur yang sama. Berdasarkan ini, maka sterilisasi barang-barang gelas di
dalam oven kering itu memerlukan suhu yang lebih tinggi daripada 121° C dan
waktu yang lebih lama dari pada 15 menit. Sedikit perubahan pH menju ke asam
atau ke basa itu sangat berpengaruh kepada pemanasan. Berhubung dengan ini,
maka buah-buahan yang masam itu lebih mudah disterilisasikan dari pada
sayur-sayur atau daging.
Untuk menentukan suhu maut bagi
bakteri orang mengambil pedoman sebagai berikut: Suhu maut (Thermal Death Point) ialah suhu yang
serendah-rendahnya yang dapat membunuh bakteri yang berada di dalam standard
medium selama 10 menit. Ketentuan ini mencakup kelima syarat-syarat tersebut di
atas. Perlu diperhatikan kiranya, bahwa tidak semua individu dari suatu spesies
itu mati bersama-sama pada suatu suhu tertentu. Biasanya, individu yang satu
lebih tahan dari pada individu yang lain terhadap suatu pemanasan, sehingga
tepat juga, bila kita katakana adanya angka kematian pada suatu suhu (Thermal Death Rate). Sebaliknya jika
suatu standard suhu sudah ditentukan seperti pada perusahaan pengawetan makanan
atau dalam perusahaan susu, maka lamanya pemanasan merupakan faktor yang
berbeda-beda bagi tiap-tiap dapatlah kita adakan penentuan waktu
maut (Thermal Death Rate). Biasanya
standard suhu itu di atas titik didih dan pemanasan setinggi ini perlu bagi
pemusnahan bakteri yang berspora. Umumnya bakteri lebih tahan suhu rendah dari
pada suhu tinggi. Hanya beberapa spesies neiseria mati karena pendinginan
sampai 0° C dalam kedaan basah. Bakteri patogen yang bisa hidup di dalam tubuh
hewan atau manusia dapat bertahan sampai beberapa bulan pada suhu titik beku.
Pembekuan itu sebenarnya tidak berpengaruh kepada spora, karena spora sangat
sedikit mengandung air. Pembekuan bakteri di dalam air lebih cepat membunuh
bakteri daripada kalau pembekuan itu di dalam buih-buih tidak membeku sekeras
air beku. Bahwa pembekuan air itu menyebabkan kerusakan mekanik pada bakteri
mudahlah dimaklumi, tentang efek yang lain misalnya secara kimia, kita belum
tahu. Pembekuan secara perlahan-lahan dalam suhu -16°C (es campur garam) lebih
efektif dari pada pembekuan secara mendadak dalam udara beku (-190° C). Juga
pembekuan secara terputus-putus ternyata lebih efektif dari pada pembekuan
secara terus menerus. Sebagai contoh, piaraan basil tipus mati setelah
dibekukan putus-putus dalam waktu 2 jam, sedang piaraan itu dapat bertahan
beberapa minggu dalam keadaan beku terus-menerus.
Mengenai pengaruh suhu terhadap
kegiatan fisiologi, maka seperti halnya dengan mahluk-mahluk lain,
mikrooganisme pun dapat bertahan di dalam suatu batas-batas suhu tertentu.
Batas-batas itu ialah suhu minimum dan suhu maksimum, sedang suhu yang paling
baik bagi kegiatan hidup itu disebut suhu optimum. Berdasarkan itu adalah tiga
golongan bakteri, yaitu: Bakteri termofil (politermik), yaitu bakteri yang
tumbuh dengan baik sekali pada suhu setinggi 55° sampai 65°C, meskipun bakteri
ini juga dapat berbiak pada suhu lebih rendah atau lebih tinggi dari pada itu,
yaitu dengan batas-batas 40°C sampai 80°C. Golongan ini terutama terdapat di dalam
sumber air panas dan tempat-tempat lain yang bersuhu lebih tinggi dari 55°C.
2.
pH
Mikrobia dapat tumbuh baik pada daerah pH tertentu, misalnya
untuk bakteri pada pH 6,5 – 7,5; khamir pada pH 4,0 – 4,5 sedangkan jamur dan
aktinomisetes pada daerah pH yang luas. Setiap mikrobia mempunyai pH minimum,
optimum dan maksimum untuk pertumbuhanya. Berdasarkan atas perbedaan daerah pH
untuk pertumbuhanya dapat dibedakan mikrobia yang asidofil, mesofil ( neutrofil
) dan alkalofil. Untuk menahan perubahan dalam medium sering ditambahkan
larutan bufer. pH optimum pertumbuhan bagi kebanyakan bakteri antara 6,5 dan
7,5. Namun beberapa spesies dapat tumbuh dalam keaadaan sangat masam atau
sangat alkalin, bila bakteri di kuitivasi di dalam suatu medium yang mula-mula
disesuaikan pHnya misal 7 maka mungkin pH ini akan berubah sebagai akibat
adanya senyawa-senyawa asam atau basa yang dihasilkan selama pertumbuhannya.
Pergesaran pH ini dapat sedemikian besar sehingga mengahambat pertumbuhan
seterusnya organisme itu. Pergeseran pH dapat dapat dicegah dengan menggunakan
larutan penyangga dalam medium, larutan penyangga adalah senyawa atau pasangan
senyawa yang dapat menahan perubahan pH.
3. Kelembaban
Mikroorganisme mempunyai nilai
kelembaban optimum. Pada umumnya untuk pertumbuhan ragi dan bakteri diperlukan
kelembaban yang tinggi diatas 85°C, sedangkan untuk jamur dan aktinomises
diperlukan kelembaban yang rendah dibawah 80°C. Kadar air bebas didalam lautan
(aw) merupakan nilai perbandingan antara tekanan uap air larutan dengan tekanan
uap air murni, atau 1/100 dari kelembaban relatif. Nilai aw untuk bakteri pada
umumnya terletak diantara 0,90 – 0,999 sedangkan untuk bakteri halofilik
mendekati 0,75. Banyak mikroorganisme yang tahan hidup didalam keadaan kering
untuk waktu yang lama seperti dalam bentuk spora, konidia, arthrospora,
klamidospora dan kista. Seperti halnya dalam pembekuan, proses pengeringan
protoplasma, menyebabkan kegiatan metaobolisme terhenti. Pengeringan secara
perlahan-lahan menyebabkan perusakan sel akibat pengaruh tekanan osmosa dan
pengaruh lainnya dengan naiknya kadar zat terlarut.
4. Tegangan osmosis
Pada umumnya mikrobia terhambat
pertumbuhannya di dalam larutan yang hipertonis. Karena sel-sel mikrobia dapat
mengalami plasmolisa. Di dalam larutan yang hipotonis sel mengalami plasmoptisa
yang dapat di ikuti pecahnya sel. Beberapa mikrobia dapat menyesuaikan diri
terhadap tekanan osmose yang tinggi; tergantung pada larutanya dapat dibedakan
jasad osmofil dan halofil atau halodurik. Medium yang paling cocok bagi
kehidupan bakteri ialah medium yang isotonik terhadap isi sel bakteri. Jika
bakteri di tempatkan di dalam suatu larutan yang hipertonik terhadap isi sel,
maka bakteri akan mengalami plasmolisis. Larutan garam atau larutan gula yang
agak pekat mudah benar menyebabkan terjadinya plasmolisis ini. Sebaliknya,
bakteri yang ditempatkan di dalam air suling akan kemasukan air sehingga dapat
menyebabkan pecahnya bakteri, dengan kata lain, bakteri dapat mengalami
plasmoptisis. Berdasarkan inilah maka pembuatan suspense bakteri dengan
menggunakan air murni itu tidak kena, yang digunakan seharusnyalah medium cair.
Jika perubahan nilai osmosis larutan medium tidak terjadi secara langsung, akan
tetapi perlahan-lahan sebagai akibat dari penguapan air, maka bakteri dapat
menyesuaikan diri, sehingga tidak terjadi plasmolisis secara mendadak.
5. Senyawa toksik
Ion-ion logam berat seperti Hg, Ag,
Cu, Au, Zn, Li, dan Pb. Walaupun pada kadar sangat rendah akan bersifat toksis
terhadap mikroorganisme karena ion-ion logam berat dapat bereaksi dengan
gugusan senyawa sel. Daya bunuh logam berat pada kadar rendah disebut daya
ologodinamik. Anion seperti sulfat tartratklorida, nitrat dan benzoat
mempengaruhi kegiatan fisiologi mikroorganisme. Karena adanya perbedaan sifat
fisiologi yang besar pada masing-masing mikroorganisme maka sifat meracun dari
anion tadi juga berbeda-beda. Sifat meracun alakali juga berbeda-beda,
tergantung pada jenis logamnya. Ada beberapa senyawa asam organik seperti asam
benzoat, asetat dan sorbet dapat digunakan sebagai zat pengawet didalam
industry bahan makanan. Sifat meracun ini bukan disebabkan karena nilai pH,
tetapi merupakan akibat langsung dari molekul asam organik tersebut terhadap
gugusan didalam sel.
6. Tegangan muka
Tegangan muka mempengaruhi cairan
sehingga permukaan cairan itu menyerupai membran yang elastik. Demikian juga
permukaan cairan yang menyelubungi sel mikrobia. Tekanan dari membran cairan
ini di teruskan ke dalam protoplasma sel melalui dinding sel dan membran
sitoplasma, Sehingga dapat mempengaruhi kehidupan mikrobia. Kebanyakan bakteri
lebih menyukai tegangan muka yang relatif tinggi. Tetapi adapula yang hidup
pada tegangan muka yang relatif rendah. Misalnya bakteri-bakteri yang hidup
dalam saluran pencernaan. Sabun mengurangi ketegangan permukaan, dan oleh
karena itu dapat menyebabkan hancurnya bakteri. Diplococcus pneumoniae sangat
peka terhadap sabun. Empedu juga mempunyai khasiat seperti sabun; hanya bakteri
yang hidup di dalam usus mempunyai daya tahan terhadap empedu. Bolehlah dikatakan
pada umumnya, bahwa bakteri yang Gram negatif lebih tahan terhadap pengurangan
(depresi) tegangan permukaan daripada bakteri yang Gram positif.
Sel
Prokariot (Bakteri) Menjadi Objek Pembahasan
Extracellular Environment
Struktur
dasar bakteri:
1. Dinding sel
Tersusun dari peptidoglikan
yaitu gabungan protein dan polisakarida (ketebalan peptidoglikan membagi
bakteri menjadi bakteri gram positif bila peptidoglikannya tebal dan bakteri
gram negatif bila peptidoglikannya tipis).
2. Membran plasma
Membran yang menyelubungi sitoplasma
tersusun atas lapisan fosfolipid dan protein. Di bagian dalam membran plasma
terdapat lekukan-lekukan yang disebut mesosom.
3.Mesosom
Daerah bagian dalam membran plasma yang mengalami lipatan. Fungsinya
diduga sebagai organel respirasi sel. berarti mesosom menggantikan
peranan organel mitikondria pada sel eukariotik. Namun keberadaan
mesosom itu sendiri masih diperdebatkan sampai sekarang.
Adalah
cairan sel di dalam sitoplasma terdapat organel-organel dari sel seperti
ribosom, mitokondria, retikulum endoplasma, dan lain sebagainya.
5. Ribosom
Adalah organel
yang tersebar dalam sitoplasma berbentuk bulat-bulat kecil, tersusun atas
protein dan RNA. Fungsinya untuk sintesa protein
6.Granula penyimpanan,
untuk menyimpan cadangan makanan yang dibutuhkan.
Struktur tambahan bakteri :
1. Kapsul atau lapisan lendir
adalah lapisan di luar dinding sel
pada jenis bakteri tertentu, bila lapisannya tebal disebut kapsul dan bila
lapisannya tipis disebut lapisan lendir. Kapsul dan lapisan lendir tersusun
atas polisakarida dan air.
2. Flagelum atau bulu cambuk
adalah struktur berbentuk batang
atau spiral yang menonjol dari dinding sel. Bentuknya mirip cambuk
3. Pilus dan fimbria
adalah struktur berbentuk seperti
rambut halus yang menonjol dari dinding sel, pilus mirip dengan flagelum tetapi
lebih pendek, kaku dan berdiameter lebih kecil dan tersusun dari protein dan
hanya terdapat pada bakteri gram negatif. Fimbria adalah struktur sejenis pilus
tetapi lebih pendek daripada pilus.
4. Klorosom
adalah struktur yang berada tepat
dibawah membran plasma dan mengandung pigmen klorofil dan pigmen lainnya untuk
proses fotosintesis. Klorosom hanya terdapat pada bakteri yang melakukan
fotosintesis.
5. Vakuola gas
terdapat pada bakteri yang hidup di
air dan berfotosintesis.
6. Endospora
adalah bentuk istirahat (laten) dari
beberapa jenis bakteri gram positif yang terbentuk jika kondisi lingkungan
tidak menguntungkan bagi kehidupan bakteri. Endospora mengandung sedikit
sitoplasma, materi genetik, dan ribosom. Dinding endospora yang tebal tersusun
atas protein dan menyebabkan endospora tahan terhadap kekeringan, radiasi
cahaya, suhu tinggi dan zat kimia. Jika kondisi lingkungan menguntungkan
endospora akan tumbuh menjadi sel bakteri baru.
ENDOSPORA
Struktur Endospora
·
Exosporium
adalah struktur terluar dari spora, terdiri dari protein, lipid dan
karbohidrat.
·
Lapisan
spora terletak di bawah exosporium terbentuk dari lapisan tipis protein, Struktur ini berfungsi sebagai penghalang permeabilitas
awal
·
Membran
luar berada di bawah mantel spora dan fungsinya belum diketahui.
·
Korteks
terletak di bawah membran luar dan struktur peptidoglikan yang berbeda dari
peptidoglikan vegetatif karena kurangnya asam teichoic.
·
Dinding
sel germinal terletak di bawah korteks dan juga terdiri dari peptidoglikan
·
Membran
dalam mengandung reseptor germinant permukaan yang mengikat Kecambah dan
memulai perkecambahan dan pertumbuhan vegetatif.
·
Inti
berisi DNA bakteri, RNA, ribosom, dan enzim. Di dalam inti DNA bakteri terikat
asam-larut protein spora (small acid-soluble spore proteins /SASPs) yang sederhana yang secara fisik melindungi DNA dari bahan kimia
berbahaya dan enzim. Kondisi di dalam inti spora ini berkontribusi sebagian
besar untuk ketahanan terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan.
PEMBENTUKAN ENDOSPORA
PADA BAKTERI
Pada kondisi yang tidak menguntungkan beberapa bakteri
seperti Bacillus dan Clostridium memproduksi bentuk
pertahanan hidup yang disebut endospora. Proses inidikenal sebagai sporulasi.
Tidak seperti spora pada Fungi, spora bakteri tidak memiliki fungsi reproduksi.
Endospora ini tahan terhadap kondisi lingkungan ekstrim seperti suhu yang
tinggi, kekeringan, senyawa kimia beracun (desinfektan, antibiotik) dan radiasi
UV. Sekali endospora terbentuk, bagian
vegetatif bakteri terhenti dan fase ‘tidur´ dimulai. Endospora ini mampu bertahan sampai kondisi lingkungan kembali
menguntungkan. Endospora ini lalu akan mengalami proses germinasi, dan
membentuk bakteri sel tunggal. Spora ini dapat dibunuh dengan berbagai metoda
sterilisasi seperti autoklaf dan oven uap panas. Desinfektan kimia seperti
formaldehid dan etilen oksida juga dapat membunuh spora. Endospora ini hanya
tampak pada bakteri gram positif. Terdapat beberapa perbedaan antara sel
vegetatif dan endospora. Pada sel vegetatif, aktivitas enzimatik dan metabolisme
(pengambilan O2) berlangsung pada
tingkat yang tinggi, sedangkan pada endospora berlangsung pada tingkat sangat
minim atau hampir tidak ada. Sintesis makromolekul juga terdapat di sel
vegetatif, sedangkan pada endospora tidak ada. Pada sel vegetatif terdapat
mRNA, sedangkan pada endospora sangat rendah atau hampir tidak ada.
Mekanisme terjadinya sporulasi
adalah sebagai berikut.
Pertama-tama,
DNA mereplikasi dan sel terbagi secara asimetris. Septum membran sitoplasma
lalu terbentuk pada salah satu sel. Lapisan
kedua dari membran sitoplasma lalu terbentuk di sekitar molekul DNA (yang akan menjadi bagian dari endospora)
untuk membentuk forespore. Kedua membran ini lalu mensintesis
peptidoglikan pada ruang di antara mereka untuk membentuk korteks. Kalsium
dipocolinat juga dilibatkan dalam pembentukan endospora. Lapisan luar endospora
terdiri atas protein yang menyerupai keratin yang lalu akan mengelilingi
korteks. Bagian inti tersusun atas small-acid
soluble proteins (SASP). SASP ini akan
terikat ke DNA dan melindungi molekul, serta menyediakan karbon dan sumber energy untuk proses germinasi. Akhirnya yang
tersisa dari bakteri terlisiskan dan endospora terlepas. Tidak ada aktivitas
metabolik yang terjadi sampai spora siap untuk melakukan germinasi. Proses
sporulasi ini biasanya berlangsung selama sekitar 15 jam.
Spora dapat diklasifikasikan berdasarkan letak spora
pada sel vegetatif terbentuk, antara lain :
1. Spora terminal, terbentuknya spora terjadi di pinggir
2. Spora subterminal, terbentuknya spora terjadi
mendekati ujung
3.
Spora sentral, terbentuknya spora terjadi di tengah-tengah
Perlawanan endospora terhadap panas
Tahan panas basah adalah karakteristik penting dari spora ketika dihentikan
dalam media air.
Penentu utama
ketahanan panas basah adalah kadar air inti. Spora menunjukkan hubungan
berbanding terbalik antara kadar air dan ketahanannya terhadap panas, selain itu,
spora yang terbentuk pada suhu yang lebih tinggi secara alami akan memiliki isi
inti air yang lebih rendah, dan dengan demikian, memiliki ketahanan panas yang
lebih besar. Panas kering menyebabkan kerusakan DNA yang signifikan
dalam sel vegetatif. Akibatnya, SASPs memainkan peran utama dalam ketahanan
panas kering spora. Dengan mengikat dan melindungi DNA, SASPs mencegah
kerusakan pada temperatur tinggi.
Ketahanan
terhadap bahan kimia
Banyak bahan kimia berbahaya membunuh bakteri melalui DNA. Namun, spora telah berevolusi
beberapa mekanisme yang memberikan ketahanan kimia. Mantel spora penting dalam
ketahanan terhadap bahan kimia oksidasi, seperti klor dioksida, hipoklorit, ozon dan peroxynitrite.
Berfungsi dengan mereaksikan dengan bahan kimia dan racun mereka sebelum mereka
melewati mantel spora. Selain itu, Permeabilitas membran dalam yang sangat rendah mencegah
kedua molekul hidrofobik dan hidrofilik masuk ke dalam inti. SASPs juga
melindungi DNA dengan cara mengikat dan memberikan perisai dari bahan kimia berbahaya yang
masuk ke inti.
Ketahanan terhadap radiasi UV
Radiasi UV merusak DNA sel dan menginduksi mutasi. Kejenuhan DNA endospora
dengan SASP (small-acid soluble proteins) melindungi DNA
dari ancaman berbahaya.