1.
Stem
cell teknologi baru dalam penanganan disfungsi jaringan atau organ yang baru
tumbuh.
Ada 2 jenis stem
cell, yaitu stem cell embrionik dan non embrionik
Sel punca/stem
sel embrionik (embryonic stem cells) adalah sel yang
diambil dari inner cell mass (suatu
kumpulan sel yang terletak di satu sisi blastokista) embrio berumur 5 hari dan
terdiri dari 100 sel. Sel ini mempunyai sifat dapat berkembang biak secara terus
menerus dalam media kultur
optimal
dan dalam keadaan tertentu dapat diarahkan untuk berdifferensiasi menjadi
berbagai sel yang terdifferensiasi seperti sel jantung, sel kulit, neuron,
hepatosit dan sebagainya, sehingga dapat dipakai untuk transplantasi jaringan
yang rusak. Stem sel embrionik lebih diprioritaskan
penggunaanya karena memiliki daya plastisitas yang tinggi, namun ada reaksi
penolakan dari sistem imun tubuh.Teknik mendapatkan stem cell embrionik
dapat dilakukan dengan cara; membuat embrio dari sperma dan oosit dalam proses
fertilisasi in vitro (FIV) dan terapi kloning.
Stem cell non embrionik didapatkan dari
jaringan dewasa Kelebihan stem cell dewasa yang tidak memiliki resiko
resistensi terhadap sistem imun tubuh sebab dari sel-sel yang sama dengan sel
yang akan digantikan, namun hanya mampu menghasilkan satu tipe sel (totipoten).
Stem cell dewasa dari darah tali pusar bayi yang baru lahir berpotensi
hampir sama dengan stem cell embrionik (Fischbach & Fischbach, 2004).
Sel
stem dewasa juga dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit degeneratif,
tetapi kemampuan plastisitasnya sudah berkurang. Keuntungan lain dari penggunaan sel stem dewasa
yaitu tidak atau kurang menimbulkan masalah dan kontroversi etika karena diambil dari sel tubuh (somatik).
Kesimpulan; stem
cell embrionik berasal dari embrio, mampu berdiferensiasi menjadi beberapa
macam jaringan, mempunyai plastisitas yang tinggi namun penggunaannya masih
kontroversi. Sedangkan stem cell non embronik sebaliknya (berasal dari jaringan
dewasa, plastisitas rendah, tidak menimbulkan kontroversi dalam penggunaannya)
(sumber:
staff.ui.ac.id/.../AspekDasarSelPuncaStemCellsdanPotensiPengemban
DAN httpwww.sith.itb.ac.id_pdf)
2.
Peran
dan fungsi integumen hewan dalam hal:
a.
Mekanisme
homoestasis
Pada
suhu panas, kulit akan segera merespon dengan mengeluarkan keringat untuk
menyeimbangkan suhu tubuh
b.
Perlindungan
Integumen pada hewan merupakan lapisan protektif yang
menjaga lalulintas air dan zat-zat yang terlarut di dalamnya secara bebas. Pada
beberapa hewan (ikan...) juga berfungsi sebagai alat pertahanan, mencari makan
dan menyerang musuh karena kelenjar racun yang dihasilkan dari derivat kulit
yang merupakan modifikasi kelenjar lendir, contohnya Pada ikan lepu.
c.
Kontrol
suhu
Kulit
berkontribusi terhadap pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) melalui dua cara:
pengeluaran keringat dan menyesuaikan aliran darah di pembuluh kapiler. Pada
saat suhu tinggi, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak serta
memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga panas akan terbawa keluar
dari tubuh. Sebaliknya, pada saat suhu rendah, tubuh akan mengeluarkan lebih sedikit
keringat dan mempersempit pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga mengurangi
pengeluaran panas oleh tubuh.
d.
Reseptor
Kulit
mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap
rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis.
Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis,
badan taktil Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan,
demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan
terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf
sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.
e.
Sintesis
biokimia
Sel-sel kulit
mensintesis melanin dan karotin yang memberi warna kulit dan juga mensintesis
vitamin D.
f.
Proses
penyerapan
Kulit bisa
menyerap material yang larut-lipid seperti vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan
tertentu, oksigen dan karbon dioksida. Permeabilitas kulit terhadap oksigen,
karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi
respirasi. Selain itu beberapa material toksik dapat diserap seperti aseton,
CCl4, dan merkuri. Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal
tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. (sumber: http://dc136.4shared.com/doc/8_ZA5fCC/preview.html)
3.
Perbedaan
Sistem ekskresi ikan air laut dan ikan air tawar serta sistem ekskresi ikan yang
bermigrasi.
Perbedaan Sistem Ekskresi Ikan Air Laut dan Ikan Air Tawar
Mekanisme
eksresi ikan air tawar berbeda dengan ikan air laut. Ikan air tawar
mengeksreksi ammonia dan aktif menyerap ion anorganik melalui insang serta
mengeluarkan urine dalam jumlah besar. Sebaliknya, pada ikan air laut
mengeksresksikan sampah nitrogen berupa trimetilamin oksida, mengekresikan
ion-ion lewat insang dan banyak minum air namun mengeluarkan urine dalam jumlah
sedikit.
Sistem ekskresi ikan yang bermigrasi
pada dasarnya ikan yang bermigrasi akan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya, ketika berada di dalam air laut, ikan
harus menjaga konsentrasi garam dalam tubuhnya lebih rendah dari lingkungannya
dan ketika berada di air tawar ikan menjaga kadar garam di atas konsentarsi
lingkungan. Menurut Take and Hirose (2001) dalam Untung Susilo (http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/10207111119.pdf) dalam responnya terhadap perubahan
salinitas, pengaturan air dan ion adalah hal terpenting yang akan dilakukan
oleh ikan yang bermigrasi, paling sedikit terdapat 2 fase yaitu pengaturan
segera: ikan mulai atau menghentikan minum dan meningkatkan/menurunkan
aktivitas-aktivitas transporter ion dan air yang telah ada pada efitel
osmoregulasi yang berhadapan dengan perubahan salinitas lingkungan. Jadi, jika
kita merujuk pada pendapat di atas, menurut saya sistem ekskresi pada ikan yang
bermigrasi sama seperti sistem ekskresi ikan-ikan pada umumnya (jika berada di
air tawar sistem ekskresinya seperti ikan pada lingkungan tersebut, dan
sebaliknya jika berada di air laut sistem ekskresinya seperti lingkungannya)
karena pada dasarnya itu semua terletak pada osmoregulasi ikan yang bermigrasi.
Pada ikan yang bermigrasi jika berada di air tawar maka ikan tersebut akan mengeluarkan
urine dalam jumlah yang banyak serta sedikit minum, sebaliknya jika ikan
tersebut berada di air laut maka akan mengeluarkan urine dalam jumlah yang
sedikit dan pekat serta akan banyak minum (untuk menjaga agar tubuhnya tidak
larut).
4.
Endoskleton
dan eksoskleton mempunyai fungsi yang sama sebagai sistem kerangka dalam tubuh
hewan, tetapi secara embrional keduanya tumbuh dari sumber yang berbeda.
Endoskleton, secara embrional merupakan diferensiasi/perkbangan
dari lapisan mesoderm (http://dictionary.reference.com/browse/endoskeleton). Eksoskleton
berasal/dibentuk dari lapisan epidermis di sebelah dalam dan kutikula disebelah
luar dan beberapa berasal dari kitin, dan jika kita merunut dari asal epidermis
secara embrional maka endoskleton tersebut merupakan perkembangan dari lapisan
ektoderm.
5.
Sistem
pencernaan ruminansia dikatakan sebagai hewan yang efisien pada pemanfaatan
pakan.
Hewan-hewan yang termasuk ruminansia dikatakan
demikian karena pencernaannya menjadi
sangat efisien dalam menyerap nutrisi yang terkandung dalam makanan, yang
dikarenakan memiliki banyak ruangan lambung (polygastrik) atau secara umum
dikatakan memilki banyak perut sehingga proses pencernaannyapun menjadi lama,
karena harus melewati ruang-ruang lambung (rumen, retikulum, omasum dan
abomasum) yang dimiliki. Ruminansia mencerna makanan dalam dua langkah yaitu
menelan bahan mentah dan
Mengeluarkan kembali makanan yang sudah setengah
dicerna dan mengunyahnyalagi (sumber: http://aspal-putih.blogspot.com).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar