keEp sPirIt!!

kEep sPiriT!!!

Hanya orang takut yang bisa berani, karena keberanian adalah melakukan sesuatu yang ditakutinya. Maka, bila merasa takut, berarti kita akan punya kesempatan untuk bersikap berani

D0 n0T Give uP, ReacH y0uR DreamS!!!



Senin, 25 Maret 2013

EXTRACELLULER ENVIRONMENT



Peranan/Pengaruh  Lingkungan Terhadap Kehidupan Mikroorganisme/Sel
Semua makhluk hidup sangat bergantung pada lingkungan sekitar, demikian juga jasat renik. Makhluk – makhluk ini tidak dapat sepenuhnya menguasai factor – faktor lingkungan, sehingga untuk hidupnya sangat bergantung kepada lingkungan sekitar. Satu – satunya jalan untuk menyelamatkan diri dari faktor lingkungan adalah dengan cara menyesuaikan diri (adaptasi) kepada pengaruh faktor dari luar. Penyesuaian mikroorganisme terhadap faktor lingkungan dapat terjadi secara cepat dan ada yang bersifat sementara, tetapi ada juga perubahan itu bersifat permanen sehingga mempengaruhi bentuk morfologi serta sifat-sifat fisiologi secara turun Temurun.
          Aktivitas mikroba dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungannya. Perubahan lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi mikroba. Beberapa kelompok mikroba sangat resisten terhadap perubahan faktor lingkungan. Mikroba tersebut dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengan kondisi baru tersebut. Faktor lingkungan meliputi faktor-faktor abiotik (fisika dan kimia), dan faktor biotik
Peranan Lingkungan Dalam Pertahanan Mikroorganisme/Sel
1.      Suhu
Masing-masing mikrobia memerlukan suhu tertentu untuk hidupnya. Suhu pertumbuhan suatu mikrobia dapat dibedakan dalam suhu minimum, optimum dan maksimum. Berdasarkan atas perbedaan suhu pertumbuhannya dapat di bedakan mikrobia yang psikhrofil, mesofil, dan termofil. Untuk tujuan tertentu suatu mikrobia perlu di tentukan titik kematian termal (thermal death point) dan waktu kematian termal (thermal death time) nya.
Daya tahan terhadap suhu itu tidak sama bagi tiap-tiap spesies. Ada spesies yang mati setelah mengalami pemanasan beberapa menit di dalam cairan medium pada suhu 60°C, sebaliknya, bakteri yang membentuk spora seperti genus Bacillus dan Clostridium itu tetap hidup setelah dipanasi dengan uap 100°C atau lebih selama kira-kira setengah jam. Untuk sterilisali, maka syaratnya untuk membunuh setiap spesies bakteri ialah pemanasan selama 15 menit dengan tekanan 15 pound serta suhu 121°C di dalam autoklaf.
Mengenai pengaruh basah dan kering ini dapat diterangkan sebagai berikut. Di dalam keadaan basah, maka protein dari bakteri lebih cepat menggumpal dari pada di dalam keadaan kering, pada temperartur yang sama. Berdasarkan ini, maka sterilisasi barang-barang gelas di dalam oven kering itu memerlukan suhu yang lebih tinggi daripada 121° C dan waktu yang lebih lama dari pada 15 menit. Sedikit perubahan pH menju ke asam atau ke basa itu sangat berpengaruh kepada pemanasan. Berhubung dengan ini, maka buah-buahan yang masam itu lebih mudah disterilisasikan dari pada sayur-sayur atau daging.
Untuk menentukan suhu maut bagi bakteri orang mengambil pedoman sebagai berikut: Suhu maut (Thermal Death Point) ialah suhu yang serendah-rendahnya yang dapat membunuh bakteri yang berada di dalam standard medium selama 10 menit. Ketentuan ini mencakup kelima syarat-syarat tersebut di atas. Perlu diperhatikan kiranya, bahwa tidak semua individu dari suatu spesies itu mati bersama-sama pada suatu suhu tertentu. Biasanya, individu yang satu lebih tahan dari pada individu yang lain terhadap suatu pemanasan, sehingga tepat juga, bila kita katakana adanya angka kematian pada suatu suhu (Thermal Death Rate). Sebaliknya jika suatu standard suhu sudah ditentukan seperti pada perusahaan pengawetan makanan atau dalam perusahaan susu, maka lamanya pemanasan merupakan faktor yang berbeda-beda bagi tiap-tiap   dapatlah kita adakan penentuan waktu maut (Thermal Death Rate). Biasanya standard suhu itu di atas titik didih dan pemanasan setinggi ini perlu bagi pemusnahan bakteri yang berspora. Umumnya bakteri lebih tahan suhu rendah dari pada suhu tinggi. Hanya beberapa spesies neiseria mati karena pendinginan sampai 0° C dalam kedaan basah. Bakteri patogen yang bisa hidup di dalam tubuh hewan atau manusia dapat bertahan sampai beberapa bulan pada suhu titik beku.
Pembekuan itu sebenarnya tidak berpengaruh kepada spora, karena spora sangat sedikit mengandung air. Pembekuan bakteri di dalam air lebih cepat membunuh bakteri daripada kalau pembekuan itu di dalam buih-buih tidak membeku sekeras air beku. Bahwa pembekuan air itu menyebabkan kerusakan mekanik pada bakteri mudahlah dimaklumi, tentang efek yang lain misalnya secara kimia, kita belum tahu. Pembekuan secara perlahan-lahan dalam suhu -16°C (es campur garam) lebih efektif dari pada pembekuan secara mendadak dalam udara beku (-190° C). Juga pembekuan secara terputus-putus ternyata lebih efektif dari pada pembekuan secara terus menerus. Sebagai contoh, piaraan basil tipus mati setelah dibekukan putus-putus dalam waktu 2 jam, sedang piaraan itu dapat bertahan beberapa minggu dalam keadaan beku terus-menerus.
Mengenai pengaruh suhu terhadap kegiatan fisiologi, maka seperti halnya dengan mahluk-mahluk lain, mikrooganisme pun dapat bertahan di dalam suatu batas-batas suhu tertentu. Batas-batas itu ialah suhu minimum dan suhu maksimum, sedang suhu yang paling baik bagi kegiatan hidup itu disebut suhu optimum. Berdasarkan itu adalah tiga golongan bakteri, yaitu: Bakteri termofil (politermik), yaitu bakteri yang tumbuh dengan baik sekali pada suhu setinggi 55° sampai 65°C, meskipun bakteri ini juga dapat berbiak pada suhu lebih rendah atau lebih tinggi dari pada itu, yaitu dengan batas-batas 40°C sampai 80°C. Golongan ini terutama terdapat di dalam sumber air panas dan tempat-tempat lain yang bersuhu lebih tinggi dari 55°C.
2.      pH
Mikrobia dapat tumbuh baik pada daerah pH tertentu, misalnya untuk bakteri pada pH 6,5 – 7,5; khamir pada pH 4,0 – 4,5 sedangkan jamur dan aktinomisetes pada daerah pH yang luas. Setiap mikrobia mempunyai pH minimum, optimum dan maksimum untuk pertumbuhanya. Berdasarkan atas perbedaan daerah pH untuk pertumbuhanya dapat dibedakan mikrobia yang asidofil, mesofil ( neutrofil ) dan alkalofil. Untuk menahan perubahan dalam medium sering ditambahkan larutan bufer. pH optimum pertumbuhan bagi kebanyakan bakteri antara 6,5 dan 7,5. Namun beberapa spesies dapat tumbuh dalam keaadaan sangat masam atau sangat alkalin, bila bakteri di kuitivasi di dalam suatu medium yang mula-mula disesuaikan pHnya misal 7 maka mungkin pH ini akan berubah sebagai akibat adanya senyawa-senyawa asam atau basa yang dihasilkan selama pertumbuhannya. Pergesaran pH ini dapat sedemikian besar sehingga mengahambat pertumbuhan seterusnya organisme itu. Pergeseran pH dapat dapat dicegah dengan menggunakan larutan penyangga dalam medium, larutan penyangga adalah senyawa atau pasangan senyawa yang dapat menahan perubahan pH.
3.      Kelembaban
Mikroorganisme mempunyai nilai kelembaban optimum. Pada umumnya untuk pertumbuhan ragi dan bakteri diperlukan kelembaban yang tinggi diatas 85°C, sedangkan untuk jamur dan aktinomises diperlukan kelembaban yang rendah dibawah 80°C. Kadar air bebas didalam lautan (aw) merupakan nilai perbandingan antara tekanan uap air larutan dengan tekanan uap air murni, atau 1/100 dari kelembaban relatif. Nilai aw untuk bakteri pada umumnya terletak diantara 0,90 – 0,999 sedangkan untuk bakteri halofilik mendekati 0,75. Banyak mikroorganisme yang tahan hidup didalam keadaan kering untuk waktu yang lama seperti dalam bentuk spora, konidia, arthrospora, klamidospora dan kista. Seperti halnya dalam pembekuan, proses pengeringan protoplasma, menyebabkan kegiatan metaobolisme terhenti. Pengeringan secara perlahan-lahan menyebabkan perusakan sel akibat pengaruh tekanan osmosa dan pengaruh lainnya dengan naiknya kadar zat terlarut.
4.      Tegangan osmosis
Pada umumnya mikrobia terhambat pertumbuhannya di dalam larutan yang hipertonis. Karena sel-sel mikrobia dapat mengalami plasmolisa. Di dalam larutan yang hipotonis sel mengalami plasmoptisa yang dapat di ikuti pecahnya sel. Beberapa mikrobia dapat menyesuaikan diri terhadap tekanan osmose yang tinggi; tergantung pada larutanya dapat dibedakan jasad osmofil dan halofil atau halodurik. Medium yang paling cocok bagi kehidupan bakteri ialah medium yang isotonik terhadap isi sel bakteri. Jika bakteri di tempatkan di dalam suatu larutan yang hipertonik terhadap isi sel, maka bakteri akan mengalami plasmolisis. Larutan garam atau larutan gula yang agak pekat mudah benar menyebabkan terjadinya plasmolisis ini. Sebaliknya, bakteri yang ditempatkan di dalam air suling akan kemasukan air sehingga dapat menyebabkan pecahnya bakteri, dengan kata lain, bakteri dapat mengalami plasmoptisis. Berdasarkan inilah maka pembuatan suspense bakteri dengan menggunakan air murni itu tidak kena, yang digunakan seharusnyalah medium cair. Jika perubahan nilai osmosis larutan medium tidak terjadi secara langsung, akan tetapi perlahan-lahan sebagai akibat dari penguapan air, maka bakteri dapat menyesuaikan diri, sehingga tidak terjadi plasmolisis secara mendadak.
5.      Senyawa toksik
Ion-ion logam berat seperti Hg, Ag, Cu, Au, Zn, Li, dan Pb. Walaupun pada kadar sangat rendah akan bersifat toksis terhadap mikroorganisme karena ion-ion logam berat dapat bereaksi dengan gugusan senyawa sel. Daya bunuh logam berat pada kadar rendah disebut daya ologodinamik. Anion seperti sulfat tartratklorida, nitrat dan benzoat mempengaruhi kegiatan fisiologi mikroorganisme. Karena adanya perbedaan sifat fisiologi yang besar pada masing-masing mikroorganisme maka sifat meracun dari anion tadi juga berbeda-beda. Sifat meracun alakali juga berbeda-beda, tergantung pada jenis logamnya. Ada beberapa senyawa asam organik seperti asam benzoat, asetat dan sorbet dapat digunakan sebagai zat pengawet didalam industry bahan makanan. Sifat meracun ini bukan disebabkan karena nilai pH, tetapi merupakan akibat langsung dari molekul asam organik tersebut terhadap gugusan didalam sel.
6.      Tegangan muka
Tegangan muka mempengaruhi cairan sehingga permukaan cairan itu menyerupai membran yang elastik. Demikian juga permukaan cairan yang menyelubungi sel mikrobia. Tekanan dari membran cairan ini di teruskan ke dalam protoplasma sel melalui dinding sel dan membran sitoplasma, Sehingga dapat mempengaruhi kehidupan mikrobia. Kebanyakan bakteri lebih menyukai tegangan muka yang relatif tinggi. Tetapi adapula yang hidup pada tegangan muka yang relatif rendah. Misalnya bakteri-bakteri yang hidup dalam saluran pencernaan. Sabun mengurangi ketegangan permukaan, dan oleh karena itu dapat menyebabkan hancurnya bakteri. Diplococcus pneumoniae sangat peka terhadap sabun. Empedu juga mempunyai khasiat seperti sabun; hanya bakteri yang hidup di dalam usus mempunyai daya tahan terhadap empedu. Bolehlah dikatakan pada umumnya, bahwa bakteri yang Gram negatif lebih tahan terhadap pengurangan (depresi) tegangan permukaan daripada bakteri yang Gram positif.
Sel Prokariot (Bakteri) Menjadi Objek  Pembahasan Extracellular Environment
Struktur dasar bakteri:
1. Dinding sel
Tersusun dari peptidoglikan yaitu gabungan protein dan polisakarida (ketebalan peptidoglikan membagi bakteri menjadi bakteri gram positif bila peptidoglikannya tebal dan bakteri gram negatif bila peptidoglikannya tipis).

2. Membran plasma 
Membran yang menyelubungi sitoplasma tersusun atas lapisan fosfolipid dan protein. Di bagian dalam membran plasma terdapat lekukan-lekukan yang disebut mesosom.
3.Mesosom
Daerah  bagian dalam membran plasma yang mengalami lipatan. Fungsinya diduga sebagai organel respirasi sel. berarti mesosom menggantikan peranan organel mitikondria pada sel eukariotik. Namun keberadaan mesosom itu sendiri masih diperdebatkan sampai sekarang. 

4. Sitoplasma 
Adalah cairan sel  di dalam sitoplasma terdapat organel-organel dari sel seperti ribosom, mitokondria, retikulum endoplasma, dan lain sebagainya.

5. Ribosom
Adalah organel yang tersebar dalam sitoplasma berbentuk bulat-bulat kecil, tersusun atas protein dan RNA. Fungsinya untuk sintesa protein

6.Granula penyimpanan
untuk menyimpan cadangan makanan yang dibutuhkan.


Struktur tambahan bakteri :

1. Kapsul atau lapisan lendir 
adalah lapisan di luar dinding sel pada jenis bakteri tertentu, bila lapisannya tebal disebut kapsul dan bila lapisannya tipis disebut lapisan lendir. Kapsul dan lapisan lendir tersusun atas polisakarida dan air. 

2. Flagelum atau bulu cambuk 
adalah struktur berbentuk batang atau spiral yang menonjol dari dinding sel. Bentuknya mirip cambuk

3. Pilus dan fimbria 
adalah struktur berbentuk seperti rambut halus yang menonjol dari dinding sel, pilus mirip dengan flagelum tetapi lebih pendek, kaku dan berdiameter lebih kecil dan tersusun dari protein dan hanya terdapat pada bakteri gram negatif. Fimbria adalah struktur sejenis pilus tetapi lebih pendek daripada pilus. 

4. Klorosom 
adalah struktur yang berada tepat dibawah membran plasma dan mengandung pigmen klorofil dan pigmen lainnya untuk proses fotosintesis. Klorosom hanya terdapat pada bakteri yang melakukan fotosintesis. 

5. Vakuola gas 
terdapat pada bakteri yang hidup di air dan berfotosintesis. 

6. Endospora 
adalah bentuk istirahat (laten) dari beberapa jenis bakteri gram positif yang terbentuk jika kondisi lingkungan tidak menguntungkan bagi kehidupan bakteri. Endospora mengandung sedikit sitoplasma, materi genetik, dan ribosom. Dinding endospora yang tebal tersusun atas protein dan menyebabkan endospora tahan terhadap kekeringan, radiasi cahaya, suhu tinggi dan zat kimia. Jika kondisi lingkungan menguntungkan endospora akan tumbuh menjadi sel bakteri baru.


ENDOSPORA
Struktur Endospora
·         Exosporium adalah struktur terluar dari spora, terdiri dari protein, lipid dan karbohidrat.
·         Lapisan spora terletak di bawah exosporium terbentuk dari lapisan tipis protein, Struktur ini berfungsi sebagai penghalang permeabilitas awal
·         Membran luar berada di bawah mantel spora dan fungsinya belum diketahui.
·         Korteks terletak di bawah membran luar dan struktur peptidoglikan yang berbeda dari peptidoglikan vegetatif karena kurangnya asam teichoic.
·         Dinding sel germinal terletak di bawah korteks dan juga terdiri dari peptidoglikan
·         Membran dalam mengandung reseptor germinant permukaan yang mengikat Kecambah dan memulai perkecambahan dan pertumbuhan vegetatif.
·         Inti berisi DNA bakteri, RNA, ribosom, dan enzim. Di dalam inti DNA bakteri terikat asam-larut protein spora (small acid-soluble spore proteins /SASPs) yang sederhana yang secara fisik melindungi DNA dari bahan kimia berbahaya dan enzim. Kondisi di dalam inti spora ini berkontribusi sebagian besar untuk ketahanan terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan.

PEMBENTUKAN  ENDOSPORA PADA  BAKTERI

Pada kondisi yang tidak menguntungkan beberapa bakteri seperti Bacillus dan Clostridium memproduksi bentuk pertahanan hidup yang disebut endospora. Proses inidikenal sebagai sporulasi. Tidak seperti spora pada Fungi, spora bakteri tidak memiliki fungsi reproduksi. Endospora ini tahan terhadap kondisi lingkungan ekstrim seperti suhu yang tinggi, kekeringan, senyawa kimia beracun (desinfektan, antibiotik) dan radiasi UV. Sekali endospora terbentuk, bagian vegetatif bakteri terhenti dan fase ‘tidur´ dimulai. Endospora ini mampu bertahan sampai kondisi lingkungan kembali menguntungkan. Endospora ini lalu akan mengalami proses germinasi, dan membentuk bakteri sel tunggal. Spora ini dapat dibunuh dengan berbagai metoda sterilisasi seperti autoklaf dan oven uap panas. Desinfektan kimia seperti formaldehid dan etilen oksida juga dapat membunuh spora. Endospora ini hanya tampak pada bakteri gram positif. Terdapat beberapa perbedaan antara sel vegetatif dan endospora. Pada sel vegetatif, aktivitas enzimatik dan metabolisme (pengambilan O2) berlangsung pada tingkat yang tinggi, sedangkan pada endospora berlangsung pada tingkat sangat minim atau hampir tidak ada. Sintesis makromolekul juga terdapat di sel vegetatif, sedangkan pada endospora tidak ada. Pada sel vegetatif terdapat mRNA, sedangkan pada endospora sangat rendah atau hampir tidak ada.

Mekanisme terjadinya sporulasi adalah sebagai berikut.
Pertama-tama, DNA mereplikasi dan sel terbagi secara asimetris. Septum membran sitoplasma lalu terbentuk pada salah satu sel. Lapisan kedua dari membran sitoplasma lalu terbentuk di sekitar molekul DNA (yang akan menjadi bagian dari endospora) untuk membentuk forespore. Kedua membran ini lalu mensintesis peptidoglikan pada ruang di antara mereka untuk membentuk  korteks. Kalsium dipocolinat juga dilibatkan dalam pembentukan endospora. Lapisan luar endospora terdiri atas protein yang menyerupai keratin yang lalu akan mengelilingi korteks. Bagian inti tersusun atas small-acid soluble proteins (SASP). SASP ini akan terikat ke DNA dan melindungi molekul, serta menyediakan karbon dan sumber  energy untuk proses germinasi. Akhirnya yang tersisa dari bakteri terlisiskan dan endospora terlepas. Tidak ada aktivitas metabolik yang terjadi sampai spora siap untuk melakukan germinasi. Proses sporulasi ini biasanya berlangsung selama sekitar 15 jam.
Spora dapat diklasifikasikan berdasarkan letak spora pada sel vegetatif terbentuk, antara lain :
1. Spora terminal, terbentuknya spora terjadi di pinggir
2. Spora subterminal, terbentuknya spora terjadi mendekati ujung
3. Spora sentral, terbentuknya spora terjadi di tengah-tengah

Perlawanan endospora terhadap panas

Tahan panas basah adalah karakteristik penting dari spora ketika dihentikan dalam media air.
Penentu utama ketahanan panas basah adalah kadar air inti. Spora menunjukkan hubungan berbanding terbalik antara kadar air dan ketahanannya terhadap panas, selain itu, spora yang terbentuk pada suhu yang lebih tinggi secara alami akan memiliki isi inti air yang lebih rendah, dan dengan demikian, memiliki ketahanan panas yang lebih besar. Panas kering menyebabkan kerusakan DNA yang signifikan dalam sel vegetatif. Akibatnya, SASPs memainkan peran utama dalam ketahanan panas kering spora. Dengan mengikat dan melindungi DNA, SASPs mencegah kerusakan pada temperatur tinggi.

Ketahanan terhadap bahan kimia

Banyak bahan kimia berbahaya membunuh bakteri melalui DNA. Namun, spora telah berevolusi beberapa mekanisme yang memberikan ketahanan kimia. Mantel spora penting dalam ketahanan terhadap bahan kimia oksidasi
, seperti klor dioksida, hipoklorit, ozon dan peroxynitrite. Berfungsi dengan mereaksikan dengan bahan kimia dan racun mereka sebelum mereka melewati mantel spora. Selain itu, Permeabilitas membran dalam yang sangat rendah mencegah kedua molekul hidrofobik dan hidrofilik masuk ke dalam inti. SASPs juga melindungi DNA dengan cara mengikat dan memberikan perisai dari bahan kimia berbahaya yang masuk ke inti.

Ketahanan terhadap radiasi UV
Radiasi UV merusak DNA sel dan menginduksi mutasi. Kejenuhan DNA endospora dengan SASP
(small-acid soluble proteins) melindungi DNA dari ancaman berbahaya.